Ya Biasalah

"Ya biasalah.." sambil tersenyum Mr. X berkata kepada Mr. Y.

Sepertinya sudah menjadi sesuatu yang BIASA ketika kita memberikan amplop kepada orang lain, terutama untuk "melancarkan" urusan. Apakah harus menjadi kebiasaan di negeriku ini?

Entah telah kali keberapa saya melihat di depan mata saya sendiri, orang-orang yang berpendidikan itu dengan mudahnya memberikan amplop kepada orang-orang yang dianggap dapat menjadi pelicin. Entah pada akhirnya itu bisa benar-benar menjadi licin atau tidak, dan apakah pada akhirnya si "pelicin" ini menerima atau tidak, saya tidak mau ikut campur.

Jengah saja mendengar dan melihat orang-orang berdasi itu. Dari luar mereka tampak sangat elegan, tapi dalamnya. Cuih..sungguh tak bermoral.

Teringat ketika saya pernah bertemu dengan orang yang memiliki kasus perebutan hak ruang kerja. Pemilik lama, sebut saja si A, merasa ruangan ini masih miliknya dan ia hanya meminjamkan ruangan ini kepada pemilik baru, sebut saja si B. Si B merasa sudah ada perjanjian dan ia memegang kontrak perjanjian tersebut. Tapi ada yang terlupakan di sana. Si A belum menandatangani kontrak tersebut. Padahal sudah berkali-kali pihak gedung mengingatkan si B untuk segera mengurus alih kontraknya, tapi si B menunda dengan alasan, "ah..teman ini". Akhirnya? Ketika si A menuntut kembali haknya (secara legal ruangan itu masih milik A), si B kalang kabut. Ia pun menghubungi beberapa petinggi untuk membela dirinya. Ia pun membayar orang untuk menyelesaikan masalah ini. Ia sangat sombong dengan uang yang ia miliki sekarang. Bahkan, ketika si A menuntut dan akan membayar ganti rugi, ada pihak dari si B yang mengatakan, "ah, kayak punya uang saja!" Astaghfirullah.

Tapi saya juga pernah melihat si B ini ditolak amplopnya oleh orang yang mereka anggap "pelicin" ketika mau ada proyek. Padahal proyek itu baru mau dimulai. Hhmm..awal yang kurang baik.

Dan tadi, sebelum sholat Jum'at saya mendengar lagi. Dengan entengnya si B berkata kepada orang yang akan membantunya, "..yang penting ada nomor rekeningnya kan? Ya biasalah..".

Oh my God..dengan entengnya kata-kata itu keluar setelah tanpa sengaja saya mendengar negosiasi yang ia lakukan dengan orang itu untuk kasus baru yang ada.

Saya jadi tidak bisa berkomentar apapun, hanya menjadi pelajaran bagi diri sendiri bahwa semoga saya terhindar dari sifat-sifat seperti itu.

Time for Zhuhur ^_^

Comments

Popular posts from this blog

Different but Not Less

Grimace

Losing Isaiah