Aku Ingin Sekolah, Ayah! (Part 1)

Lima belas tahun sudah aku seperti ini. Hidup tanpa kasih sayang yang utuh dari kedua orangtuaku. Bahkan aku sendiri tidak tahu mereka di mana sekarang. Rasa kecewa ini, rasa benci ini sudah tak dapat kujelaskan lagi. Mungkin hanya satu tahun. Ya, hanya sampai aku usia satu tahun aku benar-benar merasakan kebahagiaan sebagai seorang  anak. Sisanya, aku justru diasuh dengan kasih sayang dari orang yang aku tidak kenal sama sekali. Dan ketika aku berada di puncak kebahagiaan itu, mereka kembali mengambilku dan berjanji akan menjagaku dengan baik. Bahkan ketika keluarga asing itu berusaha untuk mengadopsiku, mereka tidak memberikannya. Mau bagaimana lagi, mereka adalah ayah dan ibuku.

Teringat ketika ayah mengantarkanku ke keluarga asing yang ternyata masih saudara kandung ayahku. Aku menangis. Aku merasa terbuang. Namun aku bersyukur karena mereka sangat menyayangiku. Aku punya orang tua dan kakak. Bahkan aku menjadi pusat perhatian dalam keluarga itu.

Setiap pulang sekolah Agi, kakak perempuanku, selalu membawakanku permen pewee. Dan jika sedang jalan-jalan, keluargaku menyempatkan untuk membelikan mobil vw kodok untukku. Ya, itu adalah mobil favoritku masih kecil. Aku sangat menyayangi keluarga baruku. Aku dimandikan, dimanja, dibelai dengan penuh kasih sayang. Mereka mengajariku akan kebersihan, tata krama dan lainnya. Pelan-pelan aku mulai belajar bicara.

Aku sangat dekat dengan kakak perempuanku. Setiap Agi pergi setelah pulang sekolah. Meskipun saat itu aku sudah tidur, aku bisa mendengar langkah kakinya. Aku pun terbangun dan mengejar Agi ke rumah Ebi. Sesampainya di sana, aku pun melanjutkan tidurku.

Kebahagiaan ini berhenti ketika ayah dan ibu membawaku kembali. Di bulan-bulan awal kebersamaan kami ini, aku merasakan kebahagiaan berkumpul dengan keluargaku. My real family. Tapi semua itu tak berselang lama. Pertengkaran diantara mereka kembali terjadi. Kali ini semakin hebat. Setiap hari yang ku dengar hanyalah cacian dan kata-kata kasar. Hal ini terus terjadi hingga akhirnya ayah memutuskan untuk meninggalkan kami.

Ibu terpaksa mengurusku seorang diri. Tampaknya ibu kewalahan mengurusku yang nakal ini. Hingga akhirnya ibu mengantarkanku kembali kepada keluarga baruku. Tapi saat itu, mereka sudah tidak mau menerimaku. Entahlah apa yang dikatakan mama pada ibu. Tapi yang pasti akhirnya hari itu aku dan ibu kembali.

*bersambung

Comments

Popular posts from this blog

Different but Not Less

Grimace

Losing Isaiah